Source : www.ohm.co.uk |
Wakil rakyat, seharusnya merakyat. Jangan tidur waktu sidang soal rakyat. Wakil Rakyat bukan paduan suara. Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”.
Barangkali, wakil rakyat kita jarang sekali mendengarkan satire Iwan Fals yang tertuang dalam lagu berjudul Surat Buat Wakil Rakyat tersebut. Sehingga ulah mereka seringkali aneh-aneh dan bahkan sampai melukai hati rakyat yang diwakilinya.
Temuan dana siluman senilai triliunan rupiah dalam APBD DKI Jakarta beberapa waktu contohnya. Kejadian tersebut mengindikasikan bahwa sampai saat ini kerja mereka belum sepenuhnya berorientasi pada kepentingan rakyat.
Para wakil rakyat tampaknya juga mudah sekali lupa dengan janji-janji kampanye mereka -yang mereka ucapkan satu tahun yang lalu. Kesadaran bahwa anggota dewan dipilih semata-mata agar dapat mewakili kepentingan rakyat dan dapat mengemban amanah untuk memperjuangkan aspirasi rakyat juga belum dimiliki semua anggota dewan.
Tengoklah peristiwa di penghujung tahun 2014 lalu, wakil rakyat kita di Senayan justru disibukkan dengan kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok, dan partai politiknya, sementara rakyat malah dilupakan. Keterpilihannya dalam Pemilu, ternyata tidak lantas menjadikannya sebagai pejuang untuk daerah dan konstituennya. Sungguh ironis bukan?
Posisi Tawar
Sebagai perwakilan rakyat di pemerintahan, anggota DPR/DPRD memiliki kesempatan yang besar untuk dapat memperjuangkan kepentingan rakyat melalui tiga tugas utamanya : legislasi, penganggaran dan pengawasan.
Dalam menjalankan tiga fungsi tersebut, setiap anggota DPR/DPRD dituntut untuk dapat memahami hakikat sangkan paran (asal dan tujuan) menjadi wakil rakyat, mampu merumuskan tolak ukur atau indikator pelaksanaan mandat, dan mampu memahami kebutuhan masyarakat yang diwakilinya.
Dalam melaksanakan tugas penganggaran misalnya, peran DPR/DPRD dalam merumuskan, menentukan, dan mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) amatlah besar, sehingga dalam proses ini kepentingan rakyat harus menjadi pijakan utamanya. Karena melalui APBN/D inilah nantinya arah kebijakan pemerintah -dalam satu tahun anggaran- ditentukan.
Dari APBN/D ini pula, dapat teridentifikasi kecenderungan kebijakan politik anggaran negara/daerah; kepada siapa pemerintah akan berpihak,dan untuk kegiatan apa pemerintah bertindak.
Begitu juga dalam melaksanakan tugas legislasi, anggota dewan memiliki posisi tawar yang tinggi untuk mengeluarkan kebijakan pro-rakyat bersama lembaga eskekutif. Kebijakan yang tertuang dalam peraturan perundangan/daerah, juga menjadi penentu arah kebijakan pemerintah, bahkan untuk kurun waktu yang lebih lama.
Selanjutnya, jika produk kebijakan telah cukup baik, maka anggota dewan dapat melaksanakan tugas ketiga, yakni pengawasan.
Dalam menjalankan tugas ini, anggota dewan harus jeli dalam mengidentifikasi masalah, karena akan banyak masalah yang muncul ketika suatu kebijakan diimplementasikan.
Untuk itulah, mengingat perannya yang sangat besar itu, peningkatan kapasitas individu anggota DPR/DPRD juga selayaknya kembali diperhatikan.
Kemampuan anggota dewan untuk melakukan identifikasi masalah dan menyerap aspirasi masyarakat menjadi kunci pertama dalam melahirkan kebijakan anggaran yang efektif dan efisien di dalam menjawab kebutuhan masyarakat.
Tentunya pada lembaga legislatif ini, diharapkan adanya individu yang memiliki pengetahuan luas dan keahlian fungsional dalam setiap tahapan kebijakan anggaran yang akan diputuskan.
Dan yang tak kalah penting lagi adalah terjalinnya komunikasi aktif antara anggota DPR/DPRD dengan masyarakat. Sehingga masyarakat yang notabene telah mengantarkan mereka untuk sampai pada kursi legislatif, tetap dapat mengawal wakilnya itu.
Rakyat perlu terus menagih janji-janji mereka, mengawasi kinerja, serta tak lelah menyampaikan aspirasi, agar mereka tidak lupa dengan rakyat yang diwakilinya. Dengan begitu, wakil rakyat kita akan semakin bermartabat dan layak untuk kita sebut sebagai pejuang kepentingan rakyat.
*Pertama kali dimuat di kolom Suara Mahasiswa Koran Harian Jogja, Edisi Selasa, 10 Maret 2015