Ilustrasi/ |
Padatnya aktivitas yang dilakoni masyarakat kota, perkotaan, dan metropolitan, sering kali membuat mereka merasa jenuh dan stres. Bagaimana tidak, di wilayah-wilayah tersebut, berbagai persoalan hidup seolah bercampur aduk menjadi satu, arus informasi menjadi sedemikian cepat, arus lalu lintas menjadi sedemikian padat, perputaran uang menjadi sedemikian kencang, dan kehidupan sosial, budaya, politik pun menjadi sangat dinamis.
Bermula dari sinilah, piknik (bertamasya) menjadi pilihan utama guna mengurangi rasa stres dan rasa jenuh di dalam pikiran kaum urban. Piknik menjadi alternatif paling positif agar mereka tidak sampai terjerumus pada hal-hal negatif seperti minum minuman keras, narkoba, dan seks bebas
.
Ketika piknik itulah, akan tidak lengkap rasanya jika tanpa disertai aktivitas potret-memotret. Sebab itu akan menjadi bukti atau semacam pemberitahuan kepada teman atau saudara kalau yang bersangkutan telah mengunjungi tempat tersebut. Selanjutnya, hasil potretan diunggah ke media sosial masing-masing agar kemudian mendapatkan respon dari masyarakat media sosial. Saat itulah rasa puas mereka mulai muncul, rasa stres perlahan sirna, dan pikiran kembali segar untuk kemudian dapat kembali pada aktivitas sehari-hari dengan kondisi yang lebih baik.
Perilaku semacam itu sudah mulai membudaya dalam beberapa tahun ini -seiring dengan program pemerintah Indonesia yang juga mulai gencar memasyarakatkan pariwisata Indonesia serta makin boomingnya penggunaaan media sosial. Sejak itu, lokasi-lokasi wisata mulai diperhatikan, digarap, dan dikelola secara serius agar mendatangkan lebih banyak pengunjung.
Dari sinilah penulis kemudian berasumsi bahwa kehadiran media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, BBM dan media lain seperti blog, telah membawa dampak yang sangat signifikan bagi perkembangan dan kemajuan pariwisata di Indonesia. Cukup hanya dengan berfoto di tempat wisata kemudian mengunggahnya di akun media sosial saja sudah sama dengan mempromosikan tempat wisata tersebut, apalagi kalau sampai ada yang menuliskannya di blog.
Dan untungnya lagi, minat kaum urban terhadap destinasi wisata semakin lama juga semakin tinggi, sehingga setiap kali melihat teman atau saudara memposting foto berlatar tempat wisata, mereka akan langsung merespon.
Kemajuan pariwisata di DIY dapat kita ambil sebagai contoh. Berbagai rutinitas yang semakin padat di DIY, yang dialami oleh pelajar, mahasiswa, serta masyarakat umum, menjadikan minat mereka terhadap destinasi wisata semakin tinggi. Penulis sangat yakin, kemajuan pariwisata di DIY selama ini tidak lepas dari peran kaum urban yang merindukan keasrian alam semestra karena saking stresnya hidup dalam hiruk pikuk kota. Serta (mungkin) juga tidak lepas dari perilaku kaum urban kekinian yang selalu merindukan pujian, like, dan komentar atas foto-foto yang diunggah di akun media sosialnya masing-masing.