Bermain, itulah dunia mereka. Dunia anak-anak yang penuh semangat. Dengan demikian, cara terbaik mendidik anak pun juga dengan harus bermain. Melibatkan peran aktif mereka dalam keceriaan.
Irma Restyana, Relawan Kolong Tangga/ Foto via Youtube.com |
Adalah Irma Restyana, seorang mahasiswi berusia 23 tahun yang sudah empat tahun sudah Irma aktif menjadi relawan Kolong Tangga. Sebuah kegiatan yang berawal dari kesenangan dengan dunia anak. Meski di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa, pegawai kantoran, hingga pekerja seni, Irma dan relawan lainnya mendedikasikan diri pada dunia anak di Yogyakarta lewat media mainan tradisional.
Setiap kali ada kesempatan komunitas ini akan menghampiri sekolah-sekolah di desa sekitar Yogyakarta untuk bermain bersama.
Menurut Irma, sebagai generasi yang telah melewati budaya bermain tempo dulu harus menularkan pengetahuan kepada anak-anak era saat ini.
Dengan cara tersebut, tambahnya, komunitas Kolong Tangga ingin memopulerkan kembali aneka permainan tradisional yang mulai ditinggalkan.
Lewat permainan tradisional, mendidik tidak perlu lagi dengan paksaan. Anak dapat dengan bebas bermain dengan cara mereka. Baru setelah permainan selesai, mereka akan mendapatkan bekal pendidikan moral yang tertanam pada dri mereka kenal sejak kecil.
“Anak-anak sebenarnya merupakan sumber pengetahuan yang paling nyata. Karena dari anak-anak kita dapat belajar banyak hal. Bahkan aku sering banget diskusi dengan anak-anak kecil.” ujar Irma.
Komitmen relawan Kolong Tangga saat ini hanya dua, yakni cinta kepada dunia anak-anak dan mau sama-sama belajar bersama mereka.
Diiniasi oleh seniman mainan dari Belgia
Rudi Correns, inisiator Kolong Tangga/ Foto via Youtube.com |
Adalah Rudi Correns, seniman dan juga seorang kolektor mainan dari Belgia yang sudah cukup lama tinggal di Yogyakarta. Dialah sang inisiator Kolong Tangga sekaligus pendiri Yayasan Dunia Damai yang sudah ada sejak 8 tahun lalu. Ragam koleksi permainan anak yang ada di studionya adalah bukti kecintaannya pada dunia anak.
“Kolong Tangga adalah cara terbaik untuk membuktikan bahwa saya cinta anak-anak dan percaya pada anak muda.” Papar Rudi
Hadirnya Kolong Tangga berangkat dari keprihatinannya pada dunia anak yang kini melupakan permainan tradisional. Di mata Rudi, kurikulum sekolah saat ini juga kurang memberikan pendidikan alternatif bagi anak.
Demikian halnya semakin pesatnya perkembangan zaman dan teknologi. Menurut Irma hal tersebut membuat permainan anak tradisional mulai ditinggalkan. Terlebih ruang bermain anak yang kini kian sempit, seiring dengan perkembangan kota Yogyakarta yang kian metropolis.
“Sebenarnya permainan anak tempo dulu masih dimainkan di Yogya, tetapi masalahnya di Yogya itu ruang publiknya yang semakin menyempit. Sudah tergusur oleh hotel-hotel dan bangunan tinggi. Sehingga kita sulit menemukan ruang terbuka di Yogya.“ jelas Irma.
Irma menambahkan, di tempat-tempat umum di Yogya juga sudah jarang ditemukan pedagang permainan tradisional. Padahal permainan edukatif dan inovatif seperti permainan tradisional bisa memperkaya daya imajinasi anak. Irma dan relawan Kolong Tangga bertekad menghidupkan kembali permainan anak tradisional yang kian langka.
Museum Anak dan Mainan Kolong Tangga
Museum Anak dan Mainan Kolong Tangga/ Foto via Youtube.com |
Museum Anak dan Mainan Kolong Tangga adalah museum pertama yang mengenalkan mainan anak di Indonesia. Letaknya tepat di bawah tangga aula Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Lebih dari 700 mainan anak ada di sini. Tak hanya mainan, tapi juga ada berbagai jenis benda yang berkaitan dengan dunia anak lengkap dengan keterangan asal mula permainan. Hadirnya musuem ini ingin menjembatani keingintahuan anak masa kini terhadap permainan tempo dulu. Sehari-hari para relawan bergantian untuk bertugas memandu pengunjung dan mengenalkan satu per satu permainan di museum ini.
Menyambangi museum ini tidak sekadar diajak bernostalgia dengan masa lalu, tetapi juga memahami bahwa museum bukan hanya sebatas tempat untuk menyimpan mainan. Melainkan ruang untuk hidup. Ruang belajar di mana anak bisa mengenal masa lalu, sekarang, dan masa depan.
Di sini pulalah, Rudi di tengah kesibukannya sebagai seorang seniman mainan anak, selalu menyempatkan diri untuk menularkan ilmunya kepada para relawan. Meski usianya tak lagi muda, namun semangat pria berusia 83 tahun ini tetap membara. Salah satu hal yang ia ajarkan kepada para relawan adalah mendongeng.
Menurutnya, mendongeng adalah bagian dari pendidikan. Mendongeng adalah salah satu cara dari banyak cara untuk mengajarkan sesuatu pada anak.
Tetap Bekerja Keras Walau Dana Terbatas
Awalnya semua program kegiatan para relawan Kolong Tangga berjalan lancar, karena mereka kerap mendapatkan bantuan dana dari Rudi dan para donatur. Namun kini kegiatan mereka hentikan untuk sementara karena tak ada ketersediaan dana. Rudi sudah kehabisan dana untuk menyokong semua kegiatan Kolong Tangga.
“Tapi satu hal yang selalu saya sampaikan kepada kalian. Bahwa kalian harus merasa seperti saya saat memulai museum ini. Tidak ada apa-apa dan saya hanya sendiri.” Pesan Rudi kepada para relawan Kolong Tangga.
Ia sangat yakin para relawan akan dapat melanjutkan perjuangannya untuk selalu menghadirkan kegembiraan lewat mainan dan pendidikan pada anak-anak.
"Jika saya harus pergi, saya akan pergi dengan sebuah harapan. Berharap mereka (para relawan) dapat melanjutkannya.” ungkapnya.
Namun demikian, para relawan Kolong Tangga tak ingin langkah mereka terus-menerus terhenti. Mereka terus mencari dana dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan mendatangi berbagai perusahaan yang berada di Yogyakarta untuk membantu kegiatan mereka.
“Kita hanya butuh berjuang untuk mempertahankan museum ini tetap harus ada, berdiri, dan menyebarkan nilai-nilainya. Dan kalau bukan kita (para relawan dan generasi muda) yang punya semangat seperti ini, mau siapa lagi?” jelas Irma.
Irma juga mengajak untuk menularkan semangat tersebut kepada yang lain. Irma percaya, selama niat mereka baik untuk pendidikan anak kemudahan pasti akan datang dari mana saja.
***
Benar kata orang, masa kecil adalah masa paling membahagiakan. Bahagia dengan keriangan, kesenangan, dan tak ada pikiran dan beban di pundak. Problema hidup mereka, mungkin hanya soal matematika. Haha
Hingga saat ini Irma dan kawan-kawannya pun pun masih sama. Merasa masih anak-anak, namun pada usia yang berbeda. Mereka banyak belajar dari Rudi tentang nilai-nilai kehidupan yang kesemuanya bisa didapatkan melalui permainan.
Irma mengatakan, ia sangat bersyukur bisa bergabung dengan Kolong Tangga. Ada banyak pesan dan pelajaran yang membuat ia memahami lebih jauh makna kehadiran sebuah mainan untuk pendidikan.
“Aku pengin, dengan ilmu yang kudapatkan dari Kolong Tangga dan juga pengalamanku sebelumnya, bisa menjadi jalanku untuk berkarya lebih dan berkontribusi kepada anak-anak Indonesia." harapnya.
Permainan bukan sekadar soal menang atau kalah saja. Tapi tentang bagaimana mereka belajar menempatkan diri bersama teman-temannya yang lain; tertawa, bercanda, saling mengalah dan memberi, dan membahagiakan diri dengan cara yang sederhana.
Catatan : Tulisan di atas merupakan transkripsi narasi video berjudul "Dunia Anak-anak Ala Kolong Tangga" Program Lentera Indonesia Net TV, dengan penyuntingan seperlunya tanpa mengubah konteksnya. Transkripsi ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga.
Sangat membantu menyelesaikan tugasku😀
ReplyDeleteSyukurlah klo begitu Mbak
Delete